Sebuah kisah dari negara jiran, Indonesia untuk dijadikan renungan buat para suami dan bakal suami serta pasangan masing-masing. Semoga bermanfaat kisah ini dan semoga kita mengambil pengajaran darinya.
Nama penuh sang suami ini ialah Eko Pratomo Suyatno, tapi lebih sering disebut sebagai Suyatno sahaja. Kisah ini bukan kisah Eko Pratomo yang memiliki seorang isteri yang diserang penyakit lumpuh.
Pak Suyatno sudah berumur lebih 60 tahun. Dia merupakan pemilik sebuah perniagaan besar dan sukses di dalam bidang pelaburan mutual funds di Indonesia ini mempunyai kehidupan yang cukup baik dengan kehadiran 4 orang cahaya mata yang kini telah dewasa dan bahagia dengan isteri tercinta. Usia perkahwinan mereka sudah lebih dari 30 tahun dilayari bersama.
Kehidupan rumah tangganya yang bahagia itu mendapat dugaan yang berat setelah isterinya melahirkan anak ke-empat mereka. Isterinya tiba-tiba lumpuh dan keadaan itu berterusan hingga 2 tahun. Pada tahun berikutnya, keadaan isterinya semakin teruk apabila ia lumpuh pada seluruh anggota badannya. Kini, isterinya hanya mampu berkomunikasi melalui bahasa isyarat mata sahaja.
Pak Suyatno tetap tabah dan sabar merawat dan menguruskan segala keperluan isterinya sebagai tanda cintanya kepada isterinya yang lumpuh itu. Walaupun dia sebenarnya mampu mengupah orang lain untuk melakukan semua itu, dia tetap kuat dan setia melayani isterinya. Para pembantu pula ditugaskan untuk menguruskan hal rumah tangga seperti mencuci, memasak dan hal-hal lain yang berkaitan dengan rumah tangga. Pak Suyatno turut berperanan menjadi ibu kepada anak-anak mereka sepertimana yang pernah dilakukan oleh isterinya ketika sihat. Contoh, menyiapkan sarapan dan baju seragam, serta menemani anak-anaknya bermain hampir dengan isterinya.
Setiap hari sebelum ke tempat kerja, Pak Suyatno selalnya akanu memastikan dirinya akan sempat memandikan, membersihkan kotoran, menggantikan pakaian dan menyuapkan isteri tercintanya. Malah, dia turut dekatkan televisyen pada isterinya agar dia tidak kesepian sewaktu Pak Suyatno bekerja.
Walaupun isterinya tidak dapat berbicara tapi Pak Suyatno sering melihat isterinya tersenyum.
Pada waktu tengah hari, Pak Suyatno pulang ke rumah untuk menyuapi isterinya makan tengah hari. Pada waktu petang, dia memandikan dan menggantikan pakaian isterinya sejurus selepas dia pulang dari kerja. Pada waktu selepas maghrib pula, dia menemani isterinya menonton televisyen sambil menceritakan apa saja yang dia alami seharian.
Meskipun isterinya hanya mampu memandang tanpa memberi respon, Pak Suyatno dengan setia mengajak isterinya duduk di belakang dia ketika Pak Suyatno solat seperti sedang berjemaah. Dia juga sering mengajak isterinya mengaji atau mendengarkan Pak Suyatno mengaji dan juga mengajak isterinya berzikir dalam hati. Semuanya itu dijalani Pak Suyatno dengan ikhlas dan dia sudah cukup bahagia. Bahkan dia selalu menggoda isterinya setiap hari agar isterinya tersenyum.
Semua rutin yang diceritakan di atas ini telah dilakukan oleh Pak Suyatno selama 25 tahun dengan sabar sambil membesarkan keempat-empat buah hati (anak-anak) mereka. Pak Suyatno hanya mahu anak-anaknya berjaya meskipun dia menguruskan keluarganya sambil sibuk bekerja mengusahakan perniagaan yang sukses di dalam bidangnya di Indonesia. Kini, anak-anak sudah dewasa, ada yang sudah menjadi Sarjana dan waktu cerita ini disebarkan, anak bongsunya masih di universiti.
Pada suatu hari, semua anaknya berkumpul di rumahnya untuk menjenguk ibunya. Semua anak-anaknya telah tinggal dengan keluarga masing-masing selepas menikah.
Dengan cukup berhati-hati, anak sulungnya berkata:
“Ayah kami ingin sekali menjaga ibu, ayah tidak pernah sedikit pun mengeluh semenjak kami kecil melihat ibu menjaga ibu… Bahkan ayah tidak mengizinkan kami menjaga ibu.”
Dengan air mata berlinangan, anaknya meneruskan bicara:
”Sudah empat kali kami mengizinkan ayah untuk menikah lagi, kami rasa ibu pun akan turut mengizinkannya. Bilakah ayah mahu menikmati masa tua jika terus berkorban seperti ini? Terus terang kami sudah tidak sanggup melihat ayah begini, kami janji kami akan menjaga ibu sebaik-baiknya secara bergilir-gilir kalau ayah mahu menikah lagi.”
Pak Suyatno menjawab segala persoalan anaknya itu dengan jawapan yang tidak dapat diduga oleh anak-anaknya:
“Anak-anakku… Terima kasih atas cadangan kalian. Hanya prinsip Ayah saja yang tidak boleh dirunding lagi. Bagi Ayah, jikalau sebuah perkahwinan dan kehidupan ini hanya untuk memenuhi nafsu kita, terutama nafsu berahi mungkin Ayah akan menikah lagi sejak dari dulu. Tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disamping Ayah itu sudah lebih dari cukup. Dia telah melahirkan kalian…”
Sejenak kerongkongnya tersekat…
“Anakku, kalian yang selalu ayah dan ibu rindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satu pun dapat menggantikannya dengan apapun. Cuba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini?. Kalian menginginkan Ayah bahagia, apakah batin Ayah boleh berasa bahagia dengan meninggalkan ibumu dalam keadaanya sekarang? Kalian menginginkan Ayah yang masih diberi Allah SWT kesihatan dijaga oleh orang lain? Bagaimana dengan ibumu yang masih sakit? Jujur saja nak, Ayah tidak sampai hati, meninggalkan ibumu…”
Kali ini ada titisan air mata di sudut mata Pak Suyatno. Seketika kemudian meledaklah tangisan anak-anak Pak Suyatno. Mereka turut dapat melihat juga butiran-butiran air mata jatuh di kelopak mata ibunya, yang dengan pilu ditatapnya mata sang suami yang sangat setia dan sangat dicintainya itu..
Pak Suyatno pernah diajukan pertanyaan ini: Bagaimana beliau mampu bertahan selama 25 tahun merawat isterinya yang sudah tidak bisa apa-apa itu?
Jawapan Pak Suyatno:
“Bagi saya, jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mahu berkorban dengan memberi ( memberi waktu, memberi tenaga, fikiran dan perhatian ), cintanya itu adalah hanya sia-sia belaka. Sejak dulu saya memilih isteri saya menjadi pendamping hidup saya, dengan tekad kita akan bersama dalam suka maupun duka, hingga Allah SWT memanggil kita. Saya tidak akan dapat melupakan jasa-jasa besar isteri saya sewaktu dia sihat, dia pun dengan sabar menjaga saya, mencintai saya dengan hati dan batinnya. Dia juga telah memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu, soleh dan pintar. Di mata saya, dia sihat dan masih cantik seperti 30 tahun yang lalu. Saya tidak pernah menganggapnya lumpuh. Saat saya menyuapinya, saya rasakan sama seperti saat saya menyuapinya kala kita berbulan madu. Saat saya menggendongnya untuk naik dan turun dari tempat tidur, saya merasakan seperti saat kita masih berbulan madu. Setiap kali saya melihat wajahnya, sama seperti kala saya melihatnya di kala kami bercinta atau seperti saat saya memandangnya waktu kami berbulan madu”
Pak Suyatno kemudian melanjutkan, “Sekarang dia dalam keadaan sakit setelah melahirkan anak kami. Dia telah berkorban untuk cinta kami bersama. Bagi saya kondisi itu merupakan ujian dari Allah bagi saya atas cinta kami berdua. Apakah saya dapat memegang komitmen untuk terus mencintainya apa adanya. Dalam kondisi ia sihat pun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sedang dalam keadaan sakit. Tidak, tidak, bahkan berfikir untuk itupun saya tidak mau. Biarlah saya ikhlas menjalani takdir Allah ini, saya yakin “Gusti Allah ora sare”, Tuhan tidak pernah tidur. Sekecil apapun yang saya berikan kepada isteri saya dan anak-anak, saya niatkan hanya untuk ibadah saya kepada Allah SWT. Dan saya yakin Allah pasti akan memperhitungkan apapun yang kita perbuat, sekecil apapun. Saya berusaha mengikuti tauladan Rasulullah, cara mencintai dan melayani isterinya, bukan hanya dilayani. Sekarang ini harapan saya hanya satu, izinkan saya menjaga isteri saya yang sangat saya cintai hingga Allah memanggil salah satu diantara kita. Kalau pun dia dipanggil lebih dulu, saya bertekad untuk tetap mencintainya dan tidak akan menikah lagi. Isteri saya adalah cinta dunia dan akhirat saya. Kalau Allah mengizinkan kami masuk surga, Insya Allah, saya menginginkan ia jadi Bidadari saya di Surga”
“Setiap malam saya bersujud dan menangis dan saya hanya dapat bercerita kepada Allah di atas sajadah..dan saya yakin hanya kepada Allah saya percaya untuk menyimpan dan mendengar rahasia saya…”BAHWA CINTA SAYA KEPADA ISTERI, SAYA SERAHKAN SEPENUHNYA KEPADA ALLAH”.
Jawapan Pak Suyatno itu membuatkan ramai yang mendengarnya turut menangis.
Rasa cinta yang dalam kepada isterinya, membuat Pak Suyatno tetap kuat merawat dan mendampingi isterinya yang lumpuh hingga 25 tahun berlalu. Dalam waktu yang lama itu, tak sekalipun terdetik di hatinya untuk meninggalkannya, apalagi mencari isteri lagi.
Sungguh sangat sukar menemui seorang suami seperti Pak Suyatno, yang betul-betul bagai anugerah bagi isterinya yang dalam penderitaan panjang. Teladan yang sangat baik bagi semua lelaki di manapun berada. Semoga Allah SWT. selalu melimpahkan rahmatNya kepada Pak Suyatno dan keluarganya. Amiin.
nota: Kisah ini menjadi salah satu kisah inspirasi buat Eko Pratomo yang memiliki isteri berpenyakit lupus lebih 20 tahun. Moga turut menjadi inspirasi buat pasangan suami isteri yang membaca kisah ini.
Sumber: diyanaar.com/thevocket.com
IKLAN BERBAYAR
Jangan Biarkan Pasangan Anda Menderita,
Atasi Masalah Prostat & Kelemahan Zakar Dengan MEN CAPSULE.
KLIK SINI
LIKE kami di SINI
Nama penuh sang suami ini ialah Eko Pratomo Suyatno, tapi lebih sering disebut sebagai Suyatno sahaja. Kisah ini bukan kisah Eko Pratomo yang memiliki seorang isteri yang diserang penyakit lumpuh.
Pak Suyatno sudah berumur lebih 60 tahun. Dia merupakan pemilik sebuah perniagaan besar dan sukses di dalam bidang pelaburan mutual funds di Indonesia ini mempunyai kehidupan yang cukup baik dengan kehadiran 4 orang cahaya mata yang kini telah dewasa dan bahagia dengan isteri tercinta. Usia perkahwinan mereka sudah lebih dari 30 tahun dilayari bersama.
Kehidupan rumah tangganya yang bahagia itu mendapat dugaan yang berat setelah isterinya melahirkan anak ke-empat mereka. Isterinya tiba-tiba lumpuh dan keadaan itu berterusan hingga 2 tahun. Pada tahun berikutnya, keadaan isterinya semakin teruk apabila ia lumpuh pada seluruh anggota badannya. Kini, isterinya hanya mampu berkomunikasi melalui bahasa isyarat mata sahaja.
Pak Suyatno tetap tabah dan sabar merawat dan menguruskan segala keperluan isterinya sebagai tanda cintanya kepada isterinya yang lumpuh itu. Walaupun dia sebenarnya mampu mengupah orang lain untuk melakukan semua itu, dia tetap kuat dan setia melayani isterinya. Para pembantu pula ditugaskan untuk menguruskan hal rumah tangga seperti mencuci, memasak dan hal-hal lain yang berkaitan dengan rumah tangga. Pak Suyatno turut berperanan menjadi ibu kepada anak-anak mereka sepertimana yang pernah dilakukan oleh isterinya ketika sihat. Contoh, menyiapkan sarapan dan baju seragam, serta menemani anak-anaknya bermain hampir dengan isterinya.
Setiap hari sebelum ke tempat kerja, Pak Suyatno selalnya akanu memastikan dirinya akan sempat memandikan, membersihkan kotoran, menggantikan pakaian dan menyuapkan isteri tercintanya. Malah, dia turut dekatkan televisyen pada isterinya agar dia tidak kesepian sewaktu Pak Suyatno bekerja.
Walaupun isterinya tidak dapat berbicara tapi Pak Suyatno sering melihat isterinya tersenyum.
Pada waktu tengah hari, Pak Suyatno pulang ke rumah untuk menyuapi isterinya makan tengah hari. Pada waktu petang, dia memandikan dan menggantikan pakaian isterinya sejurus selepas dia pulang dari kerja. Pada waktu selepas maghrib pula, dia menemani isterinya menonton televisyen sambil menceritakan apa saja yang dia alami seharian.
Meskipun isterinya hanya mampu memandang tanpa memberi respon, Pak Suyatno dengan setia mengajak isterinya duduk di belakang dia ketika Pak Suyatno solat seperti sedang berjemaah. Dia juga sering mengajak isterinya mengaji atau mendengarkan Pak Suyatno mengaji dan juga mengajak isterinya berzikir dalam hati. Semuanya itu dijalani Pak Suyatno dengan ikhlas dan dia sudah cukup bahagia. Bahkan dia selalu menggoda isterinya setiap hari agar isterinya tersenyum.
Semua rutin yang diceritakan di atas ini telah dilakukan oleh Pak Suyatno selama 25 tahun dengan sabar sambil membesarkan keempat-empat buah hati (anak-anak) mereka. Pak Suyatno hanya mahu anak-anaknya berjaya meskipun dia menguruskan keluarganya sambil sibuk bekerja mengusahakan perniagaan yang sukses di dalam bidangnya di Indonesia. Kini, anak-anak sudah dewasa, ada yang sudah menjadi Sarjana dan waktu cerita ini disebarkan, anak bongsunya masih di universiti.
Pada suatu hari, semua anaknya berkumpul di rumahnya untuk menjenguk ibunya. Semua anak-anaknya telah tinggal dengan keluarga masing-masing selepas menikah.
Dengan cukup berhati-hati, anak sulungnya berkata:
“Ayah kami ingin sekali menjaga ibu, ayah tidak pernah sedikit pun mengeluh semenjak kami kecil melihat ibu menjaga ibu… Bahkan ayah tidak mengizinkan kami menjaga ibu.”
Dengan air mata berlinangan, anaknya meneruskan bicara:
”Sudah empat kali kami mengizinkan ayah untuk menikah lagi, kami rasa ibu pun akan turut mengizinkannya. Bilakah ayah mahu menikmati masa tua jika terus berkorban seperti ini? Terus terang kami sudah tidak sanggup melihat ayah begini, kami janji kami akan menjaga ibu sebaik-baiknya secara bergilir-gilir kalau ayah mahu menikah lagi.”
Pak Suyatno menjawab segala persoalan anaknya itu dengan jawapan yang tidak dapat diduga oleh anak-anaknya:
“Anak-anakku… Terima kasih atas cadangan kalian. Hanya prinsip Ayah saja yang tidak boleh dirunding lagi. Bagi Ayah, jikalau sebuah perkahwinan dan kehidupan ini hanya untuk memenuhi nafsu kita, terutama nafsu berahi mungkin Ayah akan menikah lagi sejak dari dulu. Tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disamping Ayah itu sudah lebih dari cukup. Dia telah melahirkan kalian…”
Sejenak kerongkongnya tersekat…
“Anakku, kalian yang selalu ayah dan ibu rindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satu pun dapat menggantikannya dengan apapun. Cuba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini?. Kalian menginginkan Ayah bahagia, apakah batin Ayah boleh berasa bahagia dengan meninggalkan ibumu dalam keadaanya sekarang? Kalian menginginkan Ayah yang masih diberi Allah SWT kesihatan dijaga oleh orang lain? Bagaimana dengan ibumu yang masih sakit? Jujur saja nak, Ayah tidak sampai hati, meninggalkan ibumu…”
Kali ini ada titisan air mata di sudut mata Pak Suyatno. Seketika kemudian meledaklah tangisan anak-anak Pak Suyatno. Mereka turut dapat melihat juga butiran-butiran air mata jatuh di kelopak mata ibunya, yang dengan pilu ditatapnya mata sang suami yang sangat setia dan sangat dicintainya itu..
Pak Suyatno pernah diajukan pertanyaan ini: Bagaimana beliau mampu bertahan selama 25 tahun merawat isterinya yang sudah tidak bisa apa-apa itu?
Jawapan Pak Suyatno:
“Bagi saya, jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mahu berkorban dengan memberi ( memberi waktu, memberi tenaga, fikiran dan perhatian ), cintanya itu adalah hanya sia-sia belaka. Sejak dulu saya memilih isteri saya menjadi pendamping hidup saya, dengan tekad kita akan bersama dalam suka maupun duka, hingga Allah SWT memanggil kita. Saya tidak akan dapat melupakan jasa-jasa besar isteri saya sewaktu dia sihat, dia pun dengan sabar menjaga saya, mencintai saya dengan hati dan batinnya. Dia juga telah memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu, soleh dan pintar. Di mata saya, dia sihat dan masih cantik seperti 30 tahun yang lalu. Saya tidak pernah menganggapnya lumpuh. Saat saya menyuapinya, saya rasakan sama seperti saat saya menyuapinya kala kita berbulan madu. Saat saya menggendongnya untuk naik dan turun dari tempat tidur, saya merasakan seperti saat kita masih berbulan madu. Setiap kali saya melihat wajahnya, sama seperti kala saya melihatnya di kala kami bercinta atau seperti saat saya memandangnya waktu kami berbulan madu”
Pak Suyatno kemudian melanjutkan, “Sekarang dia dalam keadaan sakit setelah melahirkan anak kami. Dia telah berkorban untuk cinta kami bersama. Bagi saya kondisi itu merupakan ujian dari Allah bagi saya atas cinta kami berdua. Apakah saya dapat memegang komitmen untuk terus mencintainya apa adanya. Dalam kondisi ia sihat pun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sedang dalam keadaan sakit. Tidak, tidak, bahkan berfikir untuk itupun saya tidak mau. Biarlah saya ikhlas menjalani takdir Allah ini, saya yakin “Gusti Allah ora sare”, Tuhan tidak pernah tidur. Sekecil apapun yang saya berikan kepada isteri saya dan anak-anak, saya niatkan hanya untuk ibadah saya kepada Allah SWT. Dan saya yakin Allah pasti akan memperhitungkan apapun yang kita perbuat, sekecil apapun. Saya berusaha mengikuti tauladan Rasulullah, cara mencintai dan melayani isterinya, bukan hanya dilayani. Sekarang ini harapan saya hanya satu, izinkan saya menjaga isteri saya yang sangat saya cintai hingga Allah memanggil salah satu diantara kita. Kalau pun dia dipanggil lebih dulu, saya bertekad untuk tetap mencintainya dan tidak akan menikah lagi. Isteri saya adalah cinta dunia dan akhirat saya. Kalau Allah mengizinkan kami masuk surga, Insya Allah, saya menginginkan ia jadi Bidadari saya di Surga”
“Setiap malam saya bersujud dan menangis dan saya hanya dapat bercerita kepada Allah di atas sajadah..dan saya yakin hanya kepada Allah saya percaya untuk menyimpan dan mendengar rahasia saya…”BAHWA CINTA SAYA KEPADA ISTERI, SAYA SERAHKAN SEPENUHNYA KEPADA ALLAH”.
Jawapan Pak Suyatno itu membuatkan ramai yang mendengarnya turut menangis.
Rasa cinta yang dalam kepada isterinya, membuat Pak Suyatno tetap kuat merawat dan mendampingi isterinya yang lumpuh hingga 25 tahun berlalu. Dalam waktu yang lama itu, tak sekalipun terdetik di hatinya untuk meninggalkannya, apalagi mencari isteri lagi.
Sungguh sangat sukar menemui seorang suami seperti Pak Suyatno, yang betul-betul bagai anugerah bagi isterinya yang dalam penderitaan panjang. Teladan yang sangat baik bagi semua lelaki di manapun berada. Semoga Allah SWT. selalu melimpahkan rahmatNya kepada Pak Suyatno dan keluarganya. Amiin.
nota: Kisah ini menjadi salah satu kisah inspirasi buat Eko Pratomo yang memiliki isteri berpenyakit lupus lebih 20 tahun. Moga turut menjadi inspirasi buat pasangan suami isteri yang membaca kisah ini.
Sumber: diyanaar.com/thevocket.com
Jangan Biarkan Pasangan Anda Menderita,
Atasi Masalah Prostat & Kelemahan Zakar Dengan MEN CAPSULE.
KLIK SINI
LIKE kami di SINI
1 ulasan:
Kisah "CINTA" ini tak salah kalau saya kait kan dengan cinta seorang insan yang bernama Najib Razak terhadap isteri nya yang bernama Rosmah Mansor. Lihat sahaja bagai mana suami yang tercinta mengizin kan isteri nya berbelanja dengan boros walau pun terpaksa mengunakan harta "ORANG LAIN". Untuk menjelajah se entero dunia pun "KENDERAAN" milik orang lain pun boleh di guna kan se suka hati.
Perasaan cinta yang begitu mendalam juga terakam apa bila sang suami ingin melakukan sesuatu ke atas "SYARIKAT SENDIRIAN BERHAD" nya, terutama berkaitan dengan baget, sang isteri pasti turut hadir untuk memesti kan bahagian untuk nya ada walau pun dia tidak punyai hak. Yang aneh nya mengapa tiada bangkangan dri para board of directors yang lain!!!
Catat Ulasan