Abdulhadi, 23 tahun, dibesarkan dalam ajaran Katholik. Orangtuanya berdarah Poland, negara di mana, menurut penuturannya, Katholik adalah agama utama dan ajarannya menjadi praktik hidup keseharian warganya.
"Saya diajari berdoa sejak kecil dan dibaptis dalam gereja," tuturnya. "Saat itu sangat menyenangkan," aku Abdulhadi.
Namun ketika masuk usia remaja, ia merasa agama tak ada lagi berarti. "Kosong, saya juga meragukan semua eksistensi," ungkap Abdulhadi.
Ia gelisah. Banyak pertanyaan muncul di benaknya, seperti dari mana ia berasal dan mengapa ia hidup. "Tapi saya tidak menemukan jawaban." ujarnya.
Saat pencarian itu ia mengaku mengalami keadaan sulit yang ia analogikan sebagai tamparan keras. "Tiga hingga empat kali saya ditampar dan itu sangat menyakitkan," tuturnya tanpa mahu menceritakan detail kisah sulitnya.
Saat kian gelisah ia bertemu seorang teman. Temannya beragama Islam. "Ia tak mengatakan apa-apa pada saya, hanya mengajak saya untuk menjauhi keburukan," ungkapnya.
Ajakan itu ia pandang masuk akal. Saat mulai hidup teratur ia kembali tenang, ketika itu pulalah Abdulhadi mengingat Tuhan lagi.
Selama ini ia selalu menyimpan sebuah injil di rak buku. Mengetahui itu teman Muslimnya tadi berkata, "Kalau kamu punya injil seharusnya kamu punya Al Qur'an pula."
Terganggu dengan ucapan itu Abdulhadi pun terdorong untuk mempelajari injil yang ia miliki. "Terus terang saya berkata pada diri sendiri bahwa kalau saya harusnya menyelidiki dan mempelajari agama saya dulu pertama kali," ungkapnya.
Ketika ia selesai membaca injil ia pun mulai membandingkan kitab tersebut dengan Al Qur'an. Dalam proses itu ia menemukan Jesus sebagai jembatan, kerana ternyata Jesus pun disebut dalam kitab suci Agama Islam itu, sebagai Isa.
"Itulah yang mendorong saya untuk tahu lebih lanjut," ujarnya. Abdulhadi pun mulai membaca setiap kalimat dalam Al Qur'an.
Saat membaca ia merasa hairan sekaligus takjub. "Buku ini luar biasa saya sungguh tidak menemukan keraguan terhadap satu pun kalimat di dalamnya," ujarnya.
"Ketika kita membaca buku lain, filsafat, saya masih menemukan ada sesuatu yang meragukan, tapi tidak di Al Qur'an" kata Abdulhadi. "Ini sungguh kitab kebenaran."
Saat timbul pemikiran itu ia pun membisikkan harapan ke dalam benaknya ingin menjadi seorang Muslim. "Benar-benar karena membaca Al Qur'an tak ada penyebab utama lain, namun keinginan hati saya begitu kuat untuk memeluk Islam."
Abdulhadi memeluk Islam pada 2005 lalu. Ia mengaku telah menjalani Ramadhannya yang ke-7.
"Saya kira setiap orang harus mempelajari benar-benar agama yang mereka anut," ujarnya. Ucapan Abdulhadi mengacu pada teman-teman Muslim lain yang ia jumpai banyak pula yang tak melaksankan ajaran dan beribadah sesuai perintah agama.
"Ini mengingatkan saya ketika remaja dulu. Sebagai pemeluk Katholik saya pun tak jarang beribadah." ujarnya.
Abdulhadi memandang setiap orang pada intinya memiliki kecenderunga jiwa yang sama, baik ia menganut Hindu, Budha atau agama Nasrani. "Mereka pasti memiliki pertanyaan mendasar, mengapa kita diciptakan di muka bumi," kata Abdulhadi.
"Resepinya sederhana saja, carilah dan mulailah dari keyakinan yang kita peluk. Pada akhirnya perilaku kita pun akan berubah,' ujarnya.
Ia juga menekankan bagi mereka yang mencuba mencari jawaban dalam hidup agar tidak menutup diri dari mempelajari keyakinan lain.
"Seperti yang telah saya lakukan. Siapa yang mencari pasti akan menemukan jawabannya. Nanti kita akan dituntun untuk menemukan bahwa Islam adalah agama yang mampu menjawab semua pertanyaan." ujarnya penuh keyakinan.
"Saya diajari berdoa sejak kecil dan dibaptis dalam gereja," tuturnya. "Saat itu sangat menyenangkan," aku Abdulhadi.
Namun ketika masuk usia remaja, ia merasa agama tak ada lagi berarti. "Kosong, saya juga meragukan semua eksistensi," ungkap Abdulhadi.
Ia gelisah. Banyak pertanyaan muncul di benaknya, seperti dari mana ia berasal dan mengapa ia hidup. "Tapi saya tidak menemukan jawaban." ujarnya.
Saat pencarian itu ia mengaku mengalami keadaan sulit yang ia analogikan sebagai tamparan keras. "Tiga hingga empat kali saya ditampar dan itu sangat menyakitkan," tuturnya tanpa mahu menceritakan detail kisah sulitnya.
Saat kian gelisah ia bertemu seorang teman. Temannya beragama Islam. "Ia tak mengatakan apa-apa pada saya, hanya mengajak saya untuk menjauhi keburukan," ungkapnya.
Ajakan itu ia pandang masuk akal. Saat mulai hidup teratur ia kembali tenang, ketika itu pulalah Abdulhadi mengingat Tuhan lagi.
Selama ini ia selalu menyimpan sebuah injil di rak buku. Mengetahui itu teman Muslimnya tadi berkata, "Kalau kamu punya injil seharusnya kamu punya Al Qur'an pula."
Terganggu dengan ucapan itu Abdulhadi pun terdorong untuk mempelajari injil yang ia miliki. "Terus terang saya berkata pada diri sendiri bahwa kalau saya harusnya menyelidiki dan mempelajari agama saya dulu pertama kali," ungkapnya.
Ketika ia selesai membaca injil ia pun mulai membandingkan kitab tersebut dengan Al Qur'an. Dalam proses itu ia menemukan Jesus sebagai jembatan, kerana ternyata Jesus pun disebut dalam kitab suci Agama Islam itu, sebagai Isa.
"Itulah yang mendorong saya untuk tahu lebih lanjut," ujarnya. Abdulhadi pun mulai membaca setiap kalimat dalam Al Qur'an.
Saat membaca ia merasa hairan sekaligus takjub. "Buku ini luar biasa saya sungguh tidak menemukan keraguan terhadap satu pun kalimat di dalamnya," ujarnya.
"Ketika kita membaca buku lain, filsafat, saya masih menemukan ada sesuatu yang meragukan, tapi tidak di Al Qur'an" kata Abdulhadi. "Ini sungguh kitab kebenaran."
Saat timbul pemikiran itu ia pun membisikkan harapan ke dalam benaknya ingin menjadi seorang Muslim. "Benar-benar karena membaca Al Qur'an tak ada penyebab utama lain, namun keinginan hati saya begitu kuat untuk memeluk Islam."
Abdulhadi memeluk Islam pada 2005 lalu. Ia mengaku telah menjalani Ramadhannya yang ke-7.
"Saya kira setiap orang harus mempelajari benar-benar agama yang mereka anut," ujarnya. Ucapan Abdulhadi mengacu pada teman-teman Muslim lain yang ia jumpai banyak pula yang tak melaksankan ajaran dan beribadah sesuai perintah agama.
"Ini mengingatkan saya ketika remaja dulu. Sebagai pemeluk Katholik saya pun tak jarang beribadah." ujarnya.
Abdulhadi memandang setiap orang pada intinya memiliki kecenderunga jiwa yang sama, baik ia menganut Hindu, Budha atau agama Nasrani. "Mereka pasti memiliki pertanyaan mendasar, mengapa kita diciptakan di muka bumi," kata Abdulhadi.
"Resepinya sederhana saja, carilah dan mulailah dari keyakinan yang kita peluk. Pada akhirnya perilaku kita pun akan berubah,' ujarnya.
Ia juga menekankan bagi mereka yang mencuba mencari jawaban dalam hidup agar tidak menutup diri dari mempelajari keyakinan lain.
"Seperti yang telah saya lakukan. Siapa yang mencari pasti akan menemukan jawabannya. Nanti kita akan dituntun untuk menemukan bahwa Islam adalah agama yang mampu menjawab semua pertanyaan." ujarnya penuh keyakinan.
2 ulasan:
Hadi ...moga Tuhan Akan menuntunmu ke arahnya yg sebenar..
selain syaitan,Kristian tak pernah ada musuh..itu fakta,saudaraku yg kekasih..
alhamdulillah.. tersentuh hati aku dengan entri ini.. terima kasih greenboc.. sememangnya greenboc sentiasa di hati ku.. muahhxx..
psstt.. usha sekali link ni.. http://myfriends2talk.blogspot.com
Catat Ulasan