Suasana Masjid Besar Sunda Kelapa, seperti biasa, begitu tenang dan rindang. Tampak terlihat jamaah yang sedang solat, mengaji atau berdiskusi santai. Suasana tampak berbeza ketika menaiki lantai empat gedung utama.
Selembar kertas bertuliskan "Pembinaan Mualaf" tertampal di pintu berwarna coklat. Jelas terdengar suara ustadz yang mengatakan "anda-anda yang hadir disini merupakan tetamu Allah SWT. Apa yang anda kerjakan hari ini akan mendapatkan balasan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya," kata si ustadz.
Perkataan ustadz itu tampaknya tepat dengan pengalaman Alisya Braja. perempuan yang sudah memutuskan memeluk Islam tiga tahun lalu. Perempuan yang bernama lengkap Alisya Fianne Jane Braja tidak pernah membayangkan apa yang dia dengar menghantarkan dirinya pada Islam.
Dia mendapatkan petunjuk di saat ia tidak tenang dengan kehidupan yang dijalaninya. Dia tertekan, gagal dalam pekerjaan dan mempertahankan rumah tangganya. "Pada saat itu saya tertekan tapi tidak ada yang membantu saya bahkan teman satu keyakinan. Jadi, saya harus berdoa sendiri dan menyelesaikan masalah sendiri," katanya kepada redaksi republika.
Ketiadaan bantuan dan keadaan psikologis membuat dirinya berada di persimpangan. Di satu sisi, dia dihadapkan pilihan apakah menyelesaikan masalah itu dengan hal-hal berbau hura-hura. Artinya dia harus merapat pada teman-temannya yang memang suka bersenang-senang berlebihan.
Pilihan kedua, dia mendekat pada temannya yang Muslim. Teman-teman yang dianggapnya memberikan rasa iri lantaran rasa tenang yang terpancar ketika mereka selesai menjalankan solat dan mengaji. "Saya benar-benar berada di ujung persimpangan," kata Alisya yang mengaku dulu memeluk Kristian.
Namun Sang Pencipta menghendaki ia mendekati teman-temannya yang muslim. Dia pun semakin tertarik melihat teman-temanya solat lima waktu. Dia juga kian terlibat dengan aktivitas keagamaannya teman-temannya di masjid.
Hingga, teman-temannya itu merasa aneh dengan prilakunya "Teman saya waktu itu bahkan berkata kepada saya, 'Kamu tidak masalah kalau saya mahu ngaji dulu?'. Dia pun tidak memaksa saya masuk. Akhirnya saya pun menunggu diluar. Kala itu, ustadz yang tengah berbicara adalah Quraish Shihab," kata isteri dari Oktobrawijya Tri.
Apa yang didengarnya, membuat dia ketagihan. Alisya pun mengikuti pengajian selepas pejabat setiap Isnin dan Kamis. Rasa merinding berbalut dengan tenang seperti ubat yang mujarab bagi tekanan yang tengah dideritai Alisya.
Dia mengaku seolah diarahkan untuk beralih. "Hati saya bergejolak dan seolah rindu untuk datang ke masjid Sunda Kelapa. Saya beritahu kepada teman saya, kalau ke sini lagi saya nak ikut," kata perempuan kelahiran Manado 38 tahun lalu ini.
Mendengar kemudian mendalami, demikian langkah Alisya. Dia pun meniatkan membeli Alquran di sebuah kedai buku. Kemudian secara sembunyi-sembunyi Alisya mulai membandingkan Injil dengan Quran. Sejak 2004, Alisya mulai mempelajari Islam.
Hingga pada suatu ketika, dirinya bermimpi. Dalam mimpi itu disebutkan, "Hanya Muhammad utusan Allah, dan hanya Alquranlah yang paling benar." Alisya pun memberanikan diri untuk bertanya pada ustadz Rahim, yang kebetulan memang salah seorang pembina mualaf.
"Saat itu dia mengatakan itu merupakan hidayah yang diberikan Allah SWT kepada kamu. Kamis bertanya pada ustadz tentang mimpi itu, Ahadnya saya memutuskan masuk Islam," cerita Alisya.
Setelah masuk Islam, Alisya mulai belajar solat dan surat-surat Quran untuk bacaan solat. Saat itu, Alisya secara perlahan dibimbing untuk membaca Alfatihah saja atau Allahuakbar, Allahuakbar. Di awal ia mengaku kadang ia melaksanakan solat selalu lebih cepat dari saudara-saudaranya yang lain.
Ia pun mengakali itu dengan membuat tulisan bacaan surat lalu ditampalkan di dinding. Saat saudara-saudara semuslim lain bertanya apakah dirinya mualaf, Alisya mengaku terharu. Pasalnya, mereka berkata agar tidak merasa berat dalam mengerjakan solat. "Itu yang membuat saya merasa didukung. Saya terharu," ujarnya mulai menitiskan air mata.
Setelah fasih melaksanakan solat, Alisya mulai belajar berdoa. Doa yang pertama kali diucapkannya adalah meminta keluarganya menerima dirinya. Hal itu terus dilakukannya hingga tahun 2008, dia mendapatkan kesempatan untuk umrah.
Di Baitullah dia kembali dikejutkan dengan kuasa-Nya. Ritual umrah dijalaninya dengan penuh kemudahan. Dia pun merasa tegang sekaligus merinding. Di hadapan kaabah ia diberdoa, agar keluarganya dapat menerimanya.
Doa itu pun dikabulkan yang Maha kuasa. Sepulangnya dari Makkah, dia mendapat telefon dari keluarganya di Manado. Dia pun terkejut. "Keluarga saya menelpon sekitar penghujung bulan Jun, sampai saya menangis doa saya didengarkan," kata ibu dari tiga anak ini.
Keluarganya ternyata ingin bertemu dengannya. Komunikasi pun lancar layaknya tanpa ada masalah. Hingga kini, Alisya dengan keluarganya selalu berkomunikasi. "Mereka menghargai saya sebagai seorang Muslim, dan saya menghargai mereka sebagai seorang nasrani," ujarnya.
Bahkan komunikasi yang terjalin sudah sampai pada pembahasan tentang Islam. Alisya mengatakan dia banyak mendapat pertanyaan tentang teroris dan jihad dari mereka. Dia pun menjelaskan kepada keluarganya bahwa hal itu bukanlah Islam sesungguhnya.
Kini, Alisya mulai menerjuni dunia mubaligh. Bersama-sama teman-temannya yang mualaf ia menubuhkan satu persatuan mualaf Masjid Agung Sunda Kelapa. Harapannya, para mualaf memiliki wadah untuk berbagi dan belajar tentang Islam.
Ia ingin terlibat membantu saudara-saudaranya yang memang memerlukan arahan tentang mengenal Islam dan mempelajarinya. Hal yang sama juga ditujukan pada keluarganya. "Saya berharap keluarga saya diselamatkan atau diberi hidayah seperti saya." -republika
Selembar kertas bertuliskan "Pembinaan Mualaf" tertampal di pintu berwarna coklat. Jelas terdengar suara ustadz yang mengatakan "anda-anda yang hadir disini merupakan tetamu Allah SWT. Apa yang anda kerjakan hari ini akan mendapatkan balasan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya," kata si ustadz.
Perkataan ustadz itu tampaknya tepat dengan pengalaman Alisya Braja. perempuan yang sudah memutuskan memeluk Islam tiga tahun lalu. Perempuan yang bernama lengkap Alisya Fianne Jane Braja tidak pernah membayangkan apa yang dia dengar menghantarkan dirinya pada Islam.
Dia mendapatkan petunjuk di saat ia tidak tenang dengan kehidupan yang dijalaninya. Dia tertekan, gagal dalam pekerjaan dan mempertahankan rumah tangganya. "Pada saat itu saya tertekan tapi tidak ada yang membantu saya bahkan teman satu keyakinan. Jadi, saya harus berdoa sendiri dan menyelesaikan masalah sendiri," katanya kepada redaksi republika.
Ketiadaan bantuan dan keadaan psikologis membuat dirinya berada di persimpangan. Di satu sisi, dia dihadapkan pilihan apakah menyelesaikan masalah itu dengan hal-hal berbau hura-hura. Artinya dia harus merapat pada teman-temannya yang memang suka bersenang-senang berlebihan.
Pilihan kedua, dia mendekat pada temannya yang Muslim. Teman-teman yang dianggapnya memberikan rasa iri lantaran rasa tenang yang terpancar ketika mereka selesai menjalankan solat dan mengaji. "Saya benar-benar berada di ujung persimpangan," kata Alisya yang mengaku dulu memeluk Kristian.
Namun Sang Pencipta menghendaki ia mendekati teman-temannya yang muslim. Dia pun semakin tertarik melihat teman-temanya solat lima waktu. Dia juga kian terlibat dengan aktivitas keagamaannya teman-temannya di masjid.
Hingga, teman-temannya itu merasa aneh dengan prilakunya "Teman saya waktu itu bahkan berkata kepada saya, 'Kamu tidak masalah kalau saya mahu ngaji dulu?'. Dia pun tidak memaksa saya masuk. Akhirnya saya pun menunggu diluar. Kala itu, ustadz yang tengah berbicara adalah Quraish Shihab," kata isteri dari Oktobrawijya Tri.
Apa yang didengarnya, membuat dia ketagihan. Alisya pun mengikuti pengajian selepas pejabat setiap Isnin dan Kamis. Rasa merinding berbalut dengan tenang seperti ubat yang mujarab bagi tekanan yang tengah dideritai Alisya.
Dia mengaku seolah diarahkan untuk beralih. "Hati saya bergejolak dan seolah rindu untuk datang ke masjid Sunda Kelapa. Saya beritahu kepada teman saya, kalau ke sini lagi saya nak ikut," kata perempuan kelahiran Manado 38 tahun lalu ini.
Mendengar kemudian mendalami, demikian langkah Alisya. Dia pun meniatkan membeli Alquran di sebuah kedai buku. Kemudian secara sembunyi-sembunyi Alisya mulai membandingkan Injil dengan Quran. Sejak 2004, Alisya mulai mempelajari Islam.
Hingga pada suatu ketika, dirinya bermimpi. Dalam mimpi itu disebutkan, "Hanya Muhammad utusan Allah, dan hanya Alquranlah yang paling benar." Alisya pun memberanikan diri untuk bertanya pada ustadz Rahim, yang kebetulan memang salah seorang pembina mualaf.
"Saat itu dia mengatakan itu merupakan hidayah yang diberikan Allah SWT kepada kamu. Kamis bertanya pada ustadz tentang mimpi itu, Ahadnya saya memutuskan masuk Islam," cerita Alisya.
Setelah masuk Islam, Alisya mulai belajar solat dan surat-surat Quran untuk bacaan solat. Saat itu, Alisya secara perlahan dibimbing untuk membaca Alfatihah saja atau Allahuakbar, Allahuakbar. Di awal ia mengaku kadang ia melaksanakan solat selalu lebih cepat dari saudara-saudaranya yang lain.
Ia pun mengakali itu dengan membuat tulisan bacaan surat lalu ditampalkan di dinding. Saat saudara-saudara semuslim lain bertanya apakah dirinya mualaf, Alisya mengaku terharu. Pasalnya, mereka berkata agar tidak merasa berat dalam mengerjakan solat. "Itu yang membuat saya merasa didukung. Saya terharu," ujarnya mulai menitiskan air mata.
Setelah fasih melaksanakan solat, Alisya mulai belajar berdoa. Doa yang pertama kali diucapkannya adalah meminta keluarganya menerima dirinya. Hal itu terus dilakukannya hingga tahun 2008, dia mendapatkan kesempatan untuk umrah.
Di Baitullah dia kembali dikejutkan dengan kuasa-Nya. Ritual umrah dijalaninya dengan penuh kemudahan. Dia pun merasa tegang sekaligus merinding. Di hadapan kaabah ia diberdoa, agar keluarganya dapat menerimanya.
Doa itu pun dikabulkan yang Maha kuasa. Sepulangnya dari Makkah, dia mendapat telefon dari keluarganya di Manado. Dia pun terkejut. "Keluarga saya menelpon sekitar penghujung bulan Jun, sampai saya menangis doa saya didengarkan," kata ibu dari tiga anak ini.
Keluarganya ternyata ingin bertemu dengannya. Komunikasi pun lancar layaknya tanpa ada masalah. Hingga kini, Alisya dengan keluarganya selalu berkomunikasi. "Mereka menghargai saya sebagai seorang Muslim, dan saya menghargai mereka sebagai seorang nasrani," ujarnya.
Bahkan komunikasi yang terjalin sudah sampai pada pembahasan tentang Islam. Alisya mengatakan dia banyak mendapat pertanyaan tentang teroris dan jihad dari mereka. Dia pun menjelaskan kepada keluarganya bahwa hal itu bukanlah Islam sesungguhnya.
Kini, Alisya mulai menerjuni dunia mubaligh. Bersama-sama teman-temannya yang mualaf ia menubuhkan satu persatuan mualaf Masjid Agung Sunda Kelapa. Harapannya, para mualaf memiliki wadah untuk berbagi dan belajar tentang Islam.
Ia ingin terlibat membantu saudara-saudaranya yang memang memerlukan arahan tentang mengenal Islam dan mempelajarinya. Hal yang sama juga ditujukan pada keluarganya. "Saya berharap keluarga saya diselamatkan atau diberi hidayah seperti saya." -republika
Tiada ulasan:
Catat Ulasan