Amerika Syarikat (AS) dan Pakistan berebut hak untuk menahan Amal al-Sadah, isteri termuda Osama bin Laden. Amal kini ditahan Pakistan dan negara itu, semalam, menolak permintaan Amerika untuk berbicara dengan Amal.
Perempuan berusia 27 tahun itu, berdasarkan laporan awal AS tentang serbuan ke kompleks tempat tinggal Osama di Pakistan, telah berupaya menjadi teman bagi suaminya dari serangan pasukan khusus Navy SEALs.
Namun, keterangan pihak AS kemudian menyebutkan, ia telah dijadikan teman oleh Osama dan terbunuh. Laporan itu pun diperbetulkan lagi dengan menyatakan bahawa Amal tidak terbunuh, hanya terluka di kaki. Amal seharusnya ikut diangkut helikopter pasukan AS, tetapi kerana satu dari dua helikopter pasukan itu jatuh saat mendarat, Amal pun ditinggalkan. Ia kemudian ditangkap pasukan Pakistan.
Siapakah Amal al-Sadah? Kisah tentang dia bermula 11 tahun lalu. Ketika itu, ia adalah gadis remaja yang dibawa dari sebuah kota yang tenang di Yaman selatan, pertama ke Pakistan, lalu ke Kandahar di Afganistan selatan. Setahun sebelum serangan 11 September 2001, ia menjadi isteri kelima Osama bin Laden. Saat itu, Amal berusia 18 tahun dan Osama 43 tahun.
Perkawinan itu diatur seorang tokoh Al Qaeda Yaman, Sheikh Mohammed Saeed Rashed Ismail. Ismail (saudaranya mendekam di tahanan Teluk Guantanamo) mengatakan kepada Yemen Post tahun 2008, "Saya adalah mak comblang (perkawinan) Osama dengan isterinya, Amal al-Sadah, yang merupakan salah seorang murid saya."
Bulan Julai 2000, Ismail mendampingi pasangan pengantin baru itu ke Afganistan. Tahun lalu, Ismail mengatakan kepada wartawan Hala Jaber, "Bahkan pada usia muda, dia (Amal) sangat taat beragama dan percaya pada hal-hal yang Osama—seorang peria yang sangat kuat agama dan saleh—yakini."
Perkawinan itu juga rupanya sebuah aliansi politik—demi memperkuat dukungan bagi Osama di tanah leluhurnya, Yaman. Pengawal Osama pada waktu itu, Abu Jandal, bertanggung jawab untuk menghantarkan mahar. "Sheikh (Osama) itu memberi saya 5.000 dollar AS dan menyuruh saya untuk mengirimkannya kepada orang tertentu di Yaman dan orang itu pada gilirannya membawa wang itu kepada keluarga pengantin perempuan," kata Abu Jandal pada harian Al Quds al Arabi tahun 2005.
Sesuai dengan tradisi Sunni konservatif, perayaan pernikahan itu semua menjadi urusan laki-laki. "Pengantin wanita dianggap telah menyetujui pernikahan itu dengan perjalanan ke Afganistan, jadi kehadirannya (dalam pernikahan) tidak diwajibkan," tulis Jaba di The Sunday Times setelah mewawancarai Ismail.
"Orang-orang merayakan dengan membaca puisi dan lagu, menyembelih anak-anak kambing, dan menyantap makanan." Menurut Abu Jandal, "lagu-lagu dan kegembiraan bercampur dengan (suara) tembak-tembakan ke udara".
Setahun setelah pernikahan itu, Amal al-Sadah melahirkan seorang anak perempuan di Kandahar (beberapa hari setelah serangan 11 September 2001). Anak itu diberi nama Safiyah. Anak itulah yang mungkin, menurut para pejabat Pakistan, telah melihat ayahnya ditembak mati pada Minggu lalu. Ibunya, menurut sumber-sumber Pakistan, kini telah pulih dari luka di kaki yang dideritanya dalam serangan tersebut.
Paspor tseorang perempuan Yaman yang ditemukan di kompleks persembunyian mereka tampaknya milik Amal, tetapi nama dalam pasport itu tidak sama persis dengan namanya. Para pejabat Yaman mengatakan, mereka tidak dapat mengidentifikasi secara pasti pasport itu dan Pakistan belum membuat permintaan untuk memulangkan siapa pun di kompleks bekas tempat tinggal Osama tersebut.
Tidak jelas apakah Osama dan Amal memiliki anak lainnya. Namun, pemimpin Al Qaeda itu memiliki lebih dari 20 anak dari lima isteri. Salah satu putranya juga dilaporkan terbunuh dalam serangan di kompleks Abbottabad di Pakistan itu.
Penganalisa terorisme CNN, Peter Bergen, telah menulis tentang pernikahan Osama dalam bukunya, The Osama bin Laden I Know: An Oral History of al Qaeda's Leader. Osama pertama kali menikah pada usia 17 tahun dengan seseorang yang masih sepupunya, Najwa Ghanem, yang mungkin dua tahun lebih muda dari Osama. Mereka punya 11 anak, tapi setelah menjalani hidup bersama yang terus-menerus berpindah, Najwa akhirnya meninggalkan Osama (dan Afganistan) beberapa hari sebelum serangan 11 September.
Isteri kedua Osama adalah Khadijah Sharif, sembilan tahun lebih tua dari Osama, seorang perempuan berpendidikan tinggi dan keturunan langsung Nabi Mohammad. Mereka menikah tahun 1983 dan punya tiga anak—tapi akhirnya mereka bercerai ketika tinggal di Sudan pada tahun 1990-an. Dalam wawancaranya dengan Al Quds al Arabi, Abu Jandal mengatakan, Khadijah tidak mampu menghadapi kehidupan mereka yang keras dan akhirnya kembali ke Arab Saudi.
Isteri pertama Osama, Najwa, membantu untuk mengatur perkawinan Osama yang ketiga dengan Khairiah Sabar. Khairiah juga perempuan berpendidikan tinggi dan bergelar doktor dalam syariah atau hukum Islam. Perempuan itu menikahi Osama tahun 1985 dan mereka punya satu anak, seorang putra. Bergen menulis bahawa tidak diketahui apakah perempuan itu selamat dari pengeboman di Afganistan pada Oktober dan November 2001.
Lalu, ada Siham Sabar yang menikahi Osama tahun 1987. Mereka punya empat anak, dan seperti Khairiah, dia tidak ketahuan jejaknya sejak invasi ke Afganistan. Amal al-Sadah adalah isteri kelima dan termuda Osama. Amal sempat dipulangkan ke Yaman demi keselamatannya, tapi entah kenapa dia kembali ke tempat Osama.
Menurut Abu Jandal, setelah keluarga besar Osama tiba di Afganistan tahun 1996, mereka kerap naik bas yang dikawal dengan sebuah kendaraan yang penuh penjaga. Ia mengatakan, tiga isteri Osama hidup harmonis dalam rumah yang sama. Mereka sering pergi ke acara outing keluarga—Osama dalam sebuah kereta persendirian diikuti bas keluarga. Pada acara seperti, kata Abu Jandal, pemimpin Al Qaeda itu akan mengajari para isterinya bagaimana menggunakan senjata api.
Pengamat teroris CNN, Paul Cruickshank, mengatakan, tidak menghairankan jika di kompleks di Abbottabad yang diserang pasukan AS pada minggu lalu terdapat sejumlah anak meskipun tidak diketahui berapa orang yang merupakan anak Osama. "Dia berusaha melatih anak-anaknya untuk mengikuti jejaknya."
Secara keseluruhan, menurut Abu Jandal, Osama memiliki 11 putera, beberapa di antaranya lari dari kkeadaan kehidupan yang keras bersama ayah mereka ke kehidupan yang lebih sejahtera bersama keluarga besar Bin Laden yang kaya. "Adapun anak perempuan tidak diketahui pasti jumlahnya," kata Abu Jandal kepada Al Quds al Arabi.
Beberapa minggu setelah peristiwa 11 September, Osama mengatakan kepada wartawan Pakistan, Hamid Mir, bahawa ia punya rencana untuk puteri bungsunya, Safiyah. "Saya menjadi seorang ayah dari seorang gadis setelah 11 September," katanya. "Saya menamai dia Safiyah, yang membunuh seorang mata-mata Yahudi pada zaman Nabi. (Puteri saya) akan membunuh musuh-musuh Islam seperti Safiyah." -CNN
Perempuan berusia 27 tahun itu, berdasarkan laporan awal AS tentang serbuan ke kompleks tempat tinggal Osama di Pakistan, telah berupaya menjadi teman bagi suaminya dari serangan pasukan khusus Navy SEALs.
Namun, keterangan pihak AS kemudian menyebutkan, ia telah dijadikan teman oleh Osama dan terbunuh. Laporan itu pun diperbetulkan lagi dengan menyatakan bahawa Amal tidak terbunuh, hanya terluka di kaki. Amal seharusnya ikut diangkut helikopter pasukan AS, tetapi kerana satu dari dua helikopter pasukan itu jatuh saat mendarat, Amal pun ditinggalkan. Ia kemudian ditangkap pasukan Pakistan.
Siapakah Amal al-Sadah? Kisah tentang dia bermula 11 tahun lalu. Ketika itu, ia adalah gadis remaja yang dibawa dari sebuah kota yang tenang di Yaman selatan, pertama ke Pakistan, lalu ke Kandahar di Afganistan selatan. Setahun sebelum serangan 11 September 2001, ia menjadi isteri kelima Osama bin Laden. Saat itu, Amal berusia 18 tahun dan Osama 43 tahun.
Perkawinan itu diatur seorang tokoh Al Qaeda Yaman, Sheikh Mohammed Saeed Rashed Ismail. Ismail (saudaranya mendekam di tahanan Teluk Guantanamo) mengatakan kepada Yemen Post tahun 2008, "Saya adalah mak comblang (perkawinan) Osama dengan isterinya, Amal al-Sadah, yang merupakan salah seorang murid saya."
Bulan Julai 2000, Ismail mendampingi pasangan pengantin baru itu ke Afganistan. Tahun lalu, Ismail mengatakan kepada wartawan Hala Jaber, "Bahkan pada usia muda, dia (Amal) sangat taat beragama dan percaya pada hal-hal yang Osama—seorang peria yang sangat kuat agama dan saleh—yakini."
Perkawinan itu juga rupanya sebuah aliansi politik—demi memperkuat dukungan bagi Osama di tanah leluhurnya, Yaman. Pengawal Osama pada waktu itu, Abu Jandal, bertanggung jawab untuk menghantarkan mahar. "Sheikh (Osama) itu memberi saya 5.000 dollar AS dan menyuruh saya untuk mengirimkannya kepada orang tertentu di Yaman dan orang itu pada gilirannya membawa wang itu kepada keluarga pengantin perempuan," kata Abu Jandal pada harian Al Quds al Arabi tahun 2005.
Sesuai dengan tradisi Sunni konservatif, perayaan pernikahan itu semua menjadi urusan laki-laki. "Pengantin wanita dianggap telah menyetujui pernikahan itu dengan perjalanan ke Afganistan, jadi kehadirannya (dalam pernikahan) tidak diwajibkan," tulis Jaba di The Sunday Times setelah mewawancarai Ismail.
"Orang-orang merayakan dengan membaca puisi dan lagu, menyembelih anak-anak kambing, dan menyantap makanan." Menurut Abu Jandal, "lagu-lagu dan kegembiraan bercampur dengan (suara) tembak-tembakan ke udara".
Setahun setelah pernikahan itu, Amal al-Sadah melahirkan seorang anak perempuan di Kandahar (beberapa hari setelah serangan 11 September 2001). Anak itu diberi nama Safiyah. Anak itulah yang mungkin, menurut para pejabat Pakistan, telah melihat ayahnya ditembak mati pada Minggu lalu. Ibunya, menurut sumber-sumber Pakistan, kini telah pulih dari luka di kaki yang dideritanya dalam serangan tersebut.
Paspor tseorang perempuan Yaman yang ditemukan di kompleks persembunyian mereka tampaknya milik Amal, tetapi nama dalam pasport itu tidak sama persis dengan namanya. Para pejabat Yaman mengatakan, mereka tidak dapat mengidentifikasi secara pasti pasport itu dan Pakistan belum membuat permintaan untuk memulangkan siapa pun di kompleks bekas tempat tinggal Osama tersebut.
Tidak jelas apakah Osama dan Amal memiliki anak lainnya. Namun, pemimpin Al Qaeda itu memiliki lebih dari 20 anak dari lima isteri. Salah satu putranya juga dilaporkan terbunuh dalam serangan di kompleks Abbottabad di Pakistan itu.
Penganalisa terorisme CNN, Peter Bergen, telah menulis tentang pernikahan Osama dalam bukunya, The Osama bin Laden I Know: An Oral History of al Qaeda's Leader. Osama pertama kali menikah pada usia 17 tahun dengan seseorang yang masih sepupunya, Najwa Ghanem, yang mungkin dua tahun lebih muda dari Osama. Mereka punya 11 anak, tapi setelah menjalani hidup bersama yang terus-menerus berpindah, Najwa akhirnya meninggalkan Osama (dan Afganistan) beberapa hari sebelum serangan 11 September.
Isteri kedua Osama adalah Khadijah Sharif, sembilan tahun lebih tua dari Osama, seorang perempuan berpendidikan tinggi dan keturunan langsung Nabi Mohammad. Mereka menikah tahun 1983 dan punya tiga anak—tapi akhirnya mereka bercerai ketika tinggal di Sudan pada tahun 1990-an. Dalam wawancaranya dengan Al Quds al Arabi, Abu Jandal mengatakan, Khadijah tidak mampu menghadapi kehidupan mereka yang keras dan akhirnya kembali ke Arab Saudi.
Isteri pertama Osama, Najwa, membantu untuk mengatur perkawinan Osama yang ketiga dengan Khairiah Sabar. Khairiah juga perempuan berpendidikan tinggi dan bergelar doktor dalam syariah atau hukum Islam. Perempuan itu menikahi Osama tahun 1985 dan mereka punya satu anak, seorang putra. Bergen menulis bahawa tidak diketahui apakah perempuan itu selamat dari pengeboman di Afganistan pada Oktober dan November 2001.
Lalu, ada Siham Sabar yang menikahi Osama tahun 1987. Mereka punya empat anak, dan seperti Khairiah, dia tidak ketahuan jejaknya sejak invasi ke Afganistan. Amal al-Sadah adalah isteri kelima dan termuda Osama. Amal sempat dipulangkan ke Yaman demi keselamatannya, tapi entah kenapa dia kembali ke tempat Osama.
Menurut Abu Jandal, setelah keluarga besar Osama tiba di Afganistan tahun 1996, mereka kerap naik bas yang dikawal dengan sebuah kendaraan yang penuh penjaga. Ia mengatakan, tiga isteri Osama hidup harmonis dalam rumah yang sama. Mereka sering pergi ke acara outing keluarga—Osama dalam sebuah kereta persendirian diikuti bas keluarga. Pada acara seperti, kata Abu Jandal, pemimpin Al Qaeda itu akan mengajari para isterinya bagaimana menggunakan senjata api.
Pengamat teroris CNN, Paul Cruickshank, mengatakan, tidak menghairankan jika di kompleks di Abbottabad yang diserang pasukan AS pada minggu lalu terdapat sejumlah anak meskipun tidak diketahui berapa orang yang merupakan anak Osama. "Dia berusaha melatih anak-anaknya untuk mengikuti jejaknya."
Secara keseluruhan, menurut Abu Jandal, Osama memiliki 11 putera, beberapa di antaranya lari dari kkeadaan kehidupan yang keras bersama ayah mereka ke kehidupan yang lebih sejahtera bersama keluarga besar Bin Laden yang kaya. "Adapun anak perempuan tidak diketahui pasti jumlahnya," kata Abu Jandal kepada Al Quds al Arabi.
Beberapa minggu setelah peristiwa 11 September, Osama mengatakan kepada wartawan Pakistan, Hamid Mir, bahawa ia punya rencana untuk puteri bungsunya, Safiyah. "Saya menjadi seorang ayah dari seorang gadis setelah 11 September," katanya. "Saya menamai dia Safiyah, yang membunuh seorang mata-mata Yahudi pada zaman Nabi. (Puteri saya) akan membunuh musuh-musuh Islam seperti Safiyah." -CNN
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
Oleh kerana terlalu ramai yang menyalahgunakan ruangan komen untuk tujuan mengeluarkan kata-kata kesat, mencarut, maki hamun dan bahasa yang tidak murni, semua komen akan disemak dahulu sebelum dilulusterbitkan.