Lebih dari 20.000 penunjuk perasaan anti pemerintah Yaman berkumpul di ibukota Sana'a, untuk menghadiri "hari kemarahan" terhadap Presiden Ali Abdullah Saleh.
Para demonstran meminta pergantian pemerintah dan menolak tawaran Presiden Saleh untuk berundur pada tahun 2013 setelah lebih dari 30 tahun berkuasa.
Sementara itu, ribuan pendukung presiden melakukan aksi serupa di satu lapangan terbesar kota ini.
Dua kegiatan ini merupakan aksi terbesar dalam aksi protes selama dua minggu terakhir yang diinspirasi oleh kebangkitan rakyat di Tunisia dan Mesir.
Dalam sidang darurat parlimen hari Rabu (02/02), Presiden Saleh yang berusia 64 tahun, menyatakan rencananya untuk berundur dengan mengakui tidak akan memanjangkan tempoh jawatannya sebagai presiden dan menegaskan tidak akan memberikan jawatan itu kepada anaknya.
Presiden juga meminta para penunjuk perasaan untuk membatalkan tindakan mereka, namun kedua kubu tetap berkumpul di tempat yang berbeza di Sana'a.
'Pergantian rejim'
"Rakyat menginginkan pergantian rejim," teriak para penunjuk perasaan anti pemerintah yang berkumpul di depan Universiti Sana'a. "Tolak korupsi, tolak diktator."
Kegiatan yang disebut "hari amarah" ini diselenggarakan oleh kelompok-kelompok masyarakat madani dan para pemimpin pembangkang yang mengeluhkan soal peningkatan kemiskinan di kalangan rakyat berusia produktif yang terus bertambah, dan rasa kecewa dengan kurangnya kebebasan berpolitik.
Angka pengangguran di Yaman mencecah 40%, sementara harga makanan terus meningkat dan tingkat kurang gizi mencapai titik parah.
Negara ini juga dibebani dengan berbagai masalah keamanan seperti gerakan pemisah di selatan dan perlawanan para pemberontak Shia Houthi di wilayah utara.
Reformasi politik
Para penyokong Presiden Saleh pula berkumpul di Lapangan Tahris Sana'a.
Wartawan BBC di Sana'a mengatakan mereka juga turut meminta reformasi politik dan ekonomi.
Mereka mengatakan akan terus berdemonstrasi sampai Presiden Saleh mewujudkan janji untuk melakukan reformasi.
Pada awalnya dikhuatirkan akan pertempuran di antara dia kubu, namun tindakan penunjuk perasaan tersebut berjalan damai.
Presiden Saleh, seorang sekutu barat, menjadi pemimpin Yaman Utara tahun 1978 dan berkuasa di Republik Yaman sejak wilayah barat dan utara bersatu tahun 1990.
Dia terpilih kembali tahun 2006.
Pada bulan Januari, dia mengusulkan perubahan Undang-Undang Dasar yang boleh membuatnya kembali mencalonkan diri dalam pemilihan presiden dua tahun akan datang.
Namun setelah revolusi di Tunisia, dimana presidennya terpaksa melarikan ke luar negeri, para pemerhati mengatakan Presiden Saleh telah berubah fikiran.
Presiden Saleh juga menawarkan sejumlah konsesi: menurunkan cukai pendapatan hingga 50%, meminta pemerintah mengendalikan harga dan berjanji menaikkan gaji pegawai negeri dan anggota tentera hingga US$47 sebulan.
Para demonstran meminta pergantian pemerintah dan menolak tawaran Presiden Saleh untuk berundur pada tahun 2013 setelah lebih dari 30 tahun berkuasa.
Sementara itu, ribuan pendukung presiden melakukan aksi serupa di satu lapangan terbesar kota ini.
Dua kegiatan ini merupakan aksi terbesar dalam aksi protes selama dua minggu terakhir yang diinspirasi oleh kebangkitan rakyat di Tunisia dan Mesir.
Dalam sidang darurat parlimen hari Rabu (02/02), Presiden Saleh yang berusia 64 tahun, menyatakan rencananya untuk berundur dengan mengakui tidak akan memanjangkan tempoh jawatannya sebagai presiden dan menegaskan tidak akan memberikan jawatan itu kepada anaknya.
Presiden juga meminta para penunjuk perasaan untuk membatalkan tindakan mereka, namun kedua kubu tetap berkumpul di tempat yang berbeza di Sana'a.
'Pergantian rejim'
"Rakyat menginginkan pergantian rejim," teriak para penunjuk perasaan anti pemerintah yang berkumpul di depan Universiti Sana'a. "Tolak korupsi, tolak diktator."
Kegiatan yang disebut "hari amarah" ini diselenggarakan oleh kelompok-kelompok masyarakat madani dan para pemimpin pembangkang yang mengeluhkan soal peningkatan kemiskinan di kalangan rakyat berusia produktif yang terus bertambah, dan rasa kecewa dengan kurangnya kebebasan berpolitik.
Angka pengangguran di Yaman mencecah 40%, sementara harga makanan terus meningkat dan tingkat kurang gizi mencapai titik parah.
Negara ini juga dibebani dengan berbagai masalah keamanan seperti gerakan pemisah di selatan dan perlawanan para pemberontak Shia Houthi di wilayah utara.
Reformasi politik
Para penyokong Presiden Saleh pula berkumpul di Lapangan Tahris Sana'a.
Wartawan BBC di Sana'a mengatakan mereka juga turut meminta reformasi politik dan ekonomi.
Mereka mengatakan akan terus berdemonstrasi sampai Presiden Saleh mewujudkan janji untuk melakukan reformasi.
Pada awalnya dikhuatirkan akan pertempuran di antara dia kubu, namun tindakan penunjuk perasaan tersebut berjalan damai.
Presiden Saleh, seorang sekutu barat, menjadi pemimpin Yaman Utara tahun 1978 dan berkuasa di Republik Yaman sejak wilayah barat dan utara bersatu tahun 1990.
Dia terpilih kembali tahun 2006.
Pada bulan Januari, dia mengusulkan perubahan Undang-Undang Dasar yang boleh membuatnya kembali mencalonkan diri dalam pemilihan presiden dua tahun akan datang.
Namun setelah revolusi di Tunisia, dimana presidennya terpaksa melarikan ke luar negeri, para pemerhati mengatakan Presiden Saleh telah berubah fikiran.
Presiden Saleh juga menawarkan sejumlah konsesi: menurunkan cukai pendapatan hingga 50%, meminta pemerintah mengendalikan harga dan berjanji menaikkan gaji pegawai negeri dan anggota tentera hingga US$47 sebulan.
Mari lihat dan baca Benarkah Amerika Mencari Jelmaan Hosni Mubarak di Mesir dan kaitannya dengan Krisis Darurat di Mesir
BalasPadam