29 Okt 2010

Alat Pengesan Tsunami Di Mentawai Rosak

Alat pengesan Tsunami Mentawai Rosak

"Siren gempa dan tsunami memang sudah ada, tapi ada stesyen mengesan tsunami di dermaga Sikakap itu rosak. Kami yang biasanya mendengar siren waktu itu tidak terdengar sama sekali," kata Ferdinand Salamanang, warga di Kecamatan Sikakap, Pagai Utara, Kabupaten Mentawai.

Ferdinand selamat dari bencana tsunami yang melanda Kepulauan Mentawai malam Isnin (25/10), walaupun dusun tempat dia tinggal terletak sekitar 100 meter dari garis pantai.

Tetapi kampung tempat tinggalnya lenyap hampir tak ada bekas.

"Kampung saya menjadi seperti lapangan bola sekarang. Kerana dari 74 unit rumah penduduk, satu unit gereja GKPM, Gereja Kristen Protestan Mentawai, satu unit Sekolah Dasar Filial 3 lokal dan TK 2 lokal rata dengan tanah. Yang tersisa hanya tapaknya saja."

Saat tsunami menghentam sekitar pukul 21.30 WIB Isnin malam aktiviti warga dusun terhenti. Maklumat terakhir dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatra Barat mencatat 272 orang meninggal dunia, 412 masih hilang dan sekitar 4.000 ketua keluarga tinggal di pusat pemindahan.

Alat pengesan tidak berfungsi

Wilayah Sumatra Barat sebenarnya telah memasang sistem peringatan awal tsunami.

Namun Kepala Pusat Maklumat Awal Tsunami dan Gempa Bumi BMKG, Fauzi, mengakui sejumlah alat penyedia data maklumat dini tsunami tidak bekerja.

Banyak desa di Mentawai yang hancur

BMKG hanya mengharapkan alat pengukur gempa untuk memaklumkan ada tidaknya kemungkinan tsunami, sedangkan buoy atau pelampung yang terpasang di lepas pantai untuk menngesan dan mengesahkan data kemunculan tsunami tidak berfungsi kerana ia rosak.

"Alat kawalannya ada yang di pantai, biasanya di pelabuhan, seperti di Teluk Bayur itu berfungsi. Kemudian yang memang tidak berfungsi itu adalah pelampung di tengah laut. Nah itu memang tidak jalan," kata Fauzi.

"Kami memerlukan data dari pelampung, juga dari pengukur gelombang yang ada di pantai. Tetapi kalau pengukur gelombang mendapat data berarti tsunaminya sudah sampai di pantai," tambahnya.

Menurut Fauzi data yang terkumpul dari alat-alat pemantau inilah yang kemudian disampaikan kepada masayarakat melalui media dan pemerintah daerah setempat.

Alat-alat seperti itu rata-rata menghabiskan kira-kira Rp5 miliar per alat,

Sementara itu Timbalan Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT, Ridwan Jamaludin, mengaku pelampung itu memang tidak berfungsi sejak sebulan lalu.

"Di Kepulauan Mentawai ada satu kita pasang. Di utara ada lagi satu yang kita pasang. Hanya persoalannya adalah kerosakan yang menjadi mengendalakan yang masih belum dapat kita atasi. Dua-duanya rosak. Saya menggunakan kata rosak...... Alat-alat seperti itu rata-rata menghabiskan kira-kira Rp5 miliar per alat," kata Ridwan.

Kerosakan alat ini katanya memang sering terjadi, dan belum ada kepastian bila alat-alat pengesan tsunami ini akan difungsikan kembali.

Sejak tsunami tahun 2004 yang menyebabkan 200,000 orang tewas di Wilayah Nanggroe Aceh Darusalam, sistem peringatan awal tsunami dipasang di berbagai tempat di pantai Barat Sumatra.

Namun tampaknya belum dapat berfungsi sepenuhnya, paling tidak di Mentawai. -BBC








4 ulasan:

Tanpa Nama berkata...

Allah Lebih Berkuasa....

zaid ampang berkata...

Kalau ada peralatan tapi rosak akibat tak diselenggara lebih baik tak payah pasang, buat membazir saja....

Tanpa Nama berkata...

betul tu apa zaid ampang cakap...takde alat pengesan, beli dan pasang..bila dah pasang...tiada sapa yg pantau dan selenggara..bila dah berlaku bencana..baru tau...oooo alat tu rosak laaa..

Tanpa Nama berkata...

krul...

tgk ianya kembali lg .... adkah alat ini telah berfungsi...